Air mata.
Benarkah tak ada artinya saat seseorang rela menyakiti kekasih hatinya hanya untuk meredam dan menjaga perasaan orang lain yang sudah lebih lama mati di hatinya? Mungkin seharusnya dia tidak mengatakan ini. Perempuan itu tahu saat cinta kekasihnya tak bercela. Dia tahu laki-laki itu mencintainya dengan tulus. Mungkin di saat yang lain, laki-laki itu tidak menyadari akibat dari perbuatannya itu akan membawa rasa sakit. Berharap perempuan itu dapat menerima penjelasannya dengan senyum yang merekah dan hati yang terbuka. Sayangnya, laki-laki itu salah. Tak ada kemarahan. Hanya kekecewaan yang meninggalkan rasa sakit.
Tanpa sadar, derai air mata itu mengalir dalam kegelapan. Bahu perempuan itu mulai bergetar. Tangannya mulai terasa dingin. Dia menangis. Merasakan ada sakit yang digoreskan tipis, namun sayatannya terasa jelas sampai ke hatinya. Bukan perkara besar. Tapi pikirannya kebas, lelah menampung berbagai pertanyaan yang datang. Hanya ingin tidur. Ingin sampai ke dalam mimpi, tapi perempuan itu takut menutup matanya. Takut menemukan mimpi yang tak ingin ditemuinya. Tidak malam ini.
Sepanjang hari tadi saja sudah cukup melelahkan. Hanya satu kalimat saja. Dan itu cukup untuk menghancurkan hatinya berkeping-keping. Mungkin belum parah. Tapi cukup untuk membuatnya mengerti bahwa tidak ada kesempurnaan dalam kehidupan. Harus ada pengorbanan untuk dapat merasakan atau memiliki kebahagiaan itu. Mengapa jiwanya terusik?
Perempuan itu hanya bisa berharap agar rasa sakit itu terbawa pergi oleh air mata yang telah menyisakan sedikit ruang lega di hatinya. Dan dia tahu, laki-laki itu tidak pernah dengan sengaja rela menyakiti hatinya. Hanya itu yang bisa membuatnya bertahan dan tak pernah berhenti mencintainya. Masih dengan tulus, namun dengan sedikit rasa lain, rasa sakit.
Cerita tentang air mata,
coffee.stains