August 31, 2009

What is next?

Where is it going?

It's almost two years now. Next year she'll be 26! What a number. It needs all the heart and soul just to think about it.

Why people always think about money? Can money really buy happiness? Can money buy all satisfactions in this world?

She still has to pick up the pieces. So many things to do. So many things to think about. Making people happy is not the easiest thing to do. For her, it's the hardest thing to do.

Burning all the enviousness, go through the stepping stone, throw away all the doubts and the freaking long list still continues.

She needs to know where it's going. Will God help her in the end? She starts to think that she's missing all the points of living. Why can't this life be so simple?

Putting all the thoughts aside,
coffee.stains

Yakin pilih yang pribadi?

Alat komunikasi untuk kebutuhan pribadi seseorang?

Awalnya teknologi komunikasi diciptakan untuk keperluan manusia yang bersifat pribadi. Telepon, Surat, Telegram, bla bla bla. Jenis komunikasi tersebut dimanfaatkan oleh dua orang. Tapi dengan berkembangnya teknologi, rasanya fungsi itu mulai berubah.

Misalnya saja, sms bisa dikirim ke banyak orang tanpa harus mengetik ulang isinya. E-mail apa lagi! Kita hanya perlu memasukkan alamatnya saja. Sekarang dengan adanya jejaring sosial macam Friendster, Facebook, Twitter, kita bisa lebih terbuka dalam berkomunikasi.

Yang bikin bingung adalah fungsi komunikasi yang sifatnya pribadi jadi hilang. Bahkan bisa dibilang tidak terlihat lagi. Dengan adanya BlackBerry misalnya, padahal kita bisa chatting langsung dengan pengguna instant messenger atau blackberry messenger. Tapi tetap kecenderungannya orang lebih suka mengumbar status atau percakapan dengan memanfaatkan Facebook atau Twitter tadi itu.

Saya sendiri terkadang melakukan hal yang sama. Tapi justru itulah yang membuat Saya berpikir. Kenapa kita lebih memilih fasilitas umum tersebut dibandingkan lewat jalur yang lebih pribadi? Bukankah awalnya teknologi komunikasi digunakan untuk itu? Apakah sedemikian narsisnya kita, sampai melupakan jaringan pribadi yang disediakan oleh teknologi?

Ada yang tau kenapa?
coffee.stains

August 27, 2009

Terima kasih sudah mengisi hidupku.

Tulisan ini kuketik hanya untukmu.

Sering kali dia menjagaku. Tidak pernah mencelakai aku. Aku jatuh cinta padanya, sejak pertama kali aku mengenalnya. Aku ingat pertama kali dia datang ke rumah, senyum sumringah terpatri di wajahku. Seperti seorang anak kecil yang baru saja dibelikan gulali oleh orang tuanya. Dia di sana, sama seperti yang sudah kubayangkan. Seperti mimpi yang menjadi kenyataan.

Empat tahun berlalu, bukanlah masa yang singkat buatku. Pendamping yang telah mengisi hari-hariku dengan celoteh, manja, lantunan lagu favoritku, dan tak pernah menolak menemani aku ngebut di jalanan. Saat yang lain menolak untuk ikut, hanya dia yang tak pernah takut.

Aku senang, aku sedih, dia yang paling mengerti. Saat aku sedang ingin sendiri, hanya dia yang aku cari. Bahkan bukan orang terdekatku, tapi dia. Hanya dia yang kuajak pergi, terkadang hanya berputar kesana kemari untuk menjernihkan pikiran. Hanya dia yang membuatku nyaman.

Tapi tidak jarang juga dia merengek minta dimanja. Bak anak kecil yang minta dibelikan permen sebagai balasan karena sudah memenuhi permintaanku. Kalau ini terjadi, aku hanya bisa berlapang dada. Sebisanya kupenuhi keinginannya. Seringnya, aku minta bantuan papa. Karena aku sendiri, sungguh tidak sanggup.

Buatku, dia benar-benar mimpi yang menjadi kenyataan. Apa yang aku inginkan, ada padanya. Adikku juga mencintai dia, sama seperti aku. Saat aku lupa memanjakan dirinya, adikku yang kadang mengajaknya bersenang-senang.

Sejak adikku kuliah ke Jogja, dia jadi sering minta dimanja. Ampun seribu ampun, setiap kali adikku pulang ke Tangerang, pasti ada saja permintaannya. Kadang sampai capai hati dibuatnya.

Kini tiba saatnya untuk berpisah. Kuharap kamu bahagia bersamanya. Bukan aku tak cinta lagi, tapi selayaknya manusia, aku memutuskan untuk memilih yang mungkin sedikit lebih baik. Tapi aku tau, dia akan selalu jadi bagian dalam hidupku. Sampai kapanpun, selalu di hatiku.

Terima kasih Jazz Biruku. Dia pilihan pertamaku, aku memilihnya karena aku menginginkannya. Permintaanku dikabulkan. Terima kasih Papa dan Mama yang sudah membuat mimpiku jadi kenyataan. Semoga pemiliknya yang baru juga mencintainya, bahkan lebih dari yang sudah kulakukan untuknya. Amin

Salam perpisahan,
coffee.stains

August 20, 2009

Blog khusus lirik lagu.

Pengen bikin satu blog yang khusus buat posting lirik lagu.

Karena secara pribadi, gue juga suka ngumpulin lirik. Bahkan kalau lagi niat, gue suka ngetes kemampuan mendengar gue (hearing test) terhadap beberapa lagu. Kalau udah selesai, baru deh gue cari lirik yang sebenarnya. Dan gue bisa tercengang dengan kemampuan gue itu. Haha.

Niat gue ini bukan untuk dipublikasikan sih. Lebih karena kepuasan pribadi aja. Haha. Biar gampang kalo mau nyanyi-nyanyi tapi ngga hafal liriknya. Tapi kalau ada di antara teman-teman yang mau menyumbangkan lirik lagu kesukaan, gue akan sangat senang.

Membuat blog singyoursong,
coffee.stains

The Bird and The Bee's Musicane

August 19, 2009

Dia dan penyakitnya.

Sampai menunggu perasaan si ranjang tiba ke pucuk pikiran, dia menulis.

Tulisan inipun dibuat dalam keadaan hati yang galau, kacau. Kalau mau dikomentari silakan. Tapi jangan membuat penilaian hanya dari sudut pandang si pembaca saja. Karena sejak awal dia sudah bilang dengan gamblang, dia sedang galau.

Sejak awal hari ini, dia sudah bisa mengira. Hari ini bukanlah hari yang baik untuknya. Bahkan dia tak bisa bermanis-manis seperti biasa. Rasanya kurang adil buat semua orang di sekitarnya. Tapi apa mau dikata!

Penyakit ini, boleh dibilang begitu, sudah ada sejak lama. Sebelum dia sadar ini sebuah keanehan pun, penyakit itu sudah sering bertandang di dalam dirinya. Penyakit diam, begitu dia sering menyebutnya. Beberapa orang teman sudah tahu jenis penyakit ini ada padanya. Dan untungnya mereka mengerti. Tapi anehnya, keluarganya malah kadang sering bertanya-tanya. Mereka mungkin tahu, hanya saja tidak sadar kalau itulah dia, yang mau tidak mau dan sayangnya begitulah adanya.

Dia tidak tahu si pacar masih ingat atau tidak. Tapi sebelum mereka sepakat untuk menjalani hubungan, dia sempat bilang mengenai hal itu. Harusnya dia masih ingat, karena kalau tidak, dia pasti sudah kabur. Menyerah dan angkat kaki dari kehidupannya.

Seperti yang sebelumnya dia bilang, hari ini dia merasa dekat dengan neraka. Bahkan dia merasa seperti penghuninya. Senyum yang terpasang hari ini adalah palsu. Mulai tadi pagi, dia sudah mengecewakan seorang ibu. Ada perasaan berdosa, tapi perasaan masa bodo lebih mendominasi di dalamku. Merajalela, mengendalikan dan mengambil alih kesadarannya untuk menebus kesalahan itu. Dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Segala sesuatu di hari ini adalah salah. Setiap kesalahan itu terkait dengan berbagai alasan yang selama ini menjadi pertimbangan dan akhirnya merusak akal sehatnya. Yah, mulai berpikir cetek adalah kerusakan otak yang parah untuk dirinya. Dia malu dengan pikirannya sendiri.

Salah satu kecetekan yang ada adalah saat terbersit orang hanya memanfaatkan kebaikannya. Hanya kecewa yang ada saat pikirannya melontarkan kemungkinan itu. Tapi dia berusaha untuk menyapu pikiran tolol itu ke pinggir otaknya. Yah, hanya berusaha menyingkirkan dan dia tahu pasti satu saat pikiran itu pasti akan kembali menemukan jalan untuk perlahan-lahan menempati tempat di tengah otaknya. Menyedihkan. Iya. Menyedihkan. Dia merasakan sesak dan perih. Dan dia tidak butuh rasa kasihan, melainkan bukti bahwa pikiran itu salah.

Dia hanya bisa menunggu sampai kesadarannya berfungsi kembali. Sampat saat itu tiba, dia hanya bisa berdoa dan berusaha menepis pikiran tolol dari otaknya.

Tulisan ini dibuat tidak dengan maksud apapun. Kalaupun ada, itu adalah untuk melegakan dan meredakan kegalauan di hatinya.

Mengusir galau,
coffee.stains

August 06, 2009

Hampir saja.

Hari ini hampir tabrakan.

Hahahahaha, sekarang baru bisa tertawa lega. Kalo tadi, mukanya udah kusut dan deg-degan ngga karuan. Huh!

Jadi hari ini setelah berbicara tentang kebebasan, si nodakopi (dan Sasa serta Ucu. Bede lagi sakit jadi ngga bisa ikutan) ke PS untuk sekedar bertukar pikiran dan bercerita. Akhirnya mereka bertiga duduk di Bakerzin. Makannya sih sedikit, tapi ngobrolnya yang lama. Mereka milih tempat agak di pojok, di sofa berwarna merah ngejreng. Dekat dengan kaca (yang akhirnya dimanfaatkan buat foto) dan cukup dekat dengan yang lain (soalnya bisa dengar ketawanya segerombolan Oom Oom yang pengen jadi pusat perhatian - soalnya ketawanya berlebihan, jadi kayak minta diperhatiin gitu!)

Setelah ngobrol, mereka sempat jalan ke Sogo dan Metro. Tapi ngga nemu apa-apa. That's a good thing! Sekalian nunggu Ucu dijemput sopir tercintanya, mereka bertiga ke food court, beli es krim dan akhirnya ngobrol lagi. Kali ini duduk di depan konter Cold Stone. Pas banget di depan situ. Mereka akhirnya berpisah setelah sopirnya Ucu ngasih tau kalo dia udah sampe depan PS. Akhirnya Sasa pulang ikut Ucu dan si nodakopi langsung menuju parkiran, pulang.

It was quite a smooth drive until she reached the highway. Setelah lewat Karang Tengah, si nodakopi menjejakan kaki di pedal gas. Belum lama jarum speedometer ada di angka 100, tiba-tiba mobil depan ngerem mendadak. Akhirnya dia terpaksa harus memindahkan kakinya untuk langsung menginjak pedal rem. Untung si biru bisa berhenti tepat waktu, walaupun jarak ke mobil di depan bisa dibilang sangat dekat! Dan masih untung lagi, mobil di belakang juga bisa ngerem tanpa harus nyenggol pantat si biru. Phew! Jantung si nodakopi langsung berdetak cepat dan dia merasa mual. Kakinya langsung lemas, tapi lalu memutuskan untuk kembali memacu laju si biru dengan jantung bertalu-talu. Ternyata, di lajur tengah ada mobil kijang mogok dan baru mau diderek.

Analisa si nodakopi (sebenernya ini analisa si pappoo) adalah ada mobil di lajur tengah yang shock karena di depannya ada mobil mogok, terus dia langsung pindah ke lajur kanan tanpa aba-aba dan tanda-tanda yang jelas. Jadilah mobil di lajur kanan panik dan akhirnya ngerem mendadak. Untung semua bisa ngerem tepat pada waktunya. Kalo ngga, pasti udah tabrakan beruntun. Dan itu ada sekitar 8 mobil.

Tapi syukur deh. Si nodakopi bisa sampe di rumah dengan selamat dan tidak kekurangan suatu apapun.

Makanya, besok ngga usah ngebut-ngebut! (kata si pappoo menasehati si nodakopi)


Untung ngga kejadian,
coffee.stains

Kemerdekaan perempuan.

Saat membaca judulnya, apa yang ada di pikiranmu?

Buat si nodakopi, kemerdekaan itu berarti kebebasan. Tapi, apa sih sebenarnya KEBEBASAN itu?

Pada dasarnya, kebebasan itu adalah saat dimana seseorang bisa melakukan apa yang mereka mau dan melakukannya tanpa ragu. Karena mereka tahu ada yang menjaga dan memastikan bahwa "everything is going to be alright! And even if something happen, we can make it right!" See, that's freedom. Saat ada kebebasan, mereka bisa melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang, karena mereka yakin semua PASTI beres. That's the main thing!

Tapi terkadang kebebasan bagi para perempuan suka dianggap tabu. Kenapa? Karena dengan kebebasan itu, perempuan bisa melakukan apa saja. Ya! APA SAJA. Tanpa terkecuali. Mau selingkuh, mau hidup dengan banyak lelaki sekaligus, mau gandeng sana sini, mau cium sana sini, mau bercinta sana sini, atau bahkan mau hidup tanpa lelaki sekalipun, ya itu terserah mereka. Kan itu pilihan mereka untuk hidup bebas. Itu cuma sekedar pandangan saja. But hey! This is reality. Mungkin ngga terjadi sama saya dan kamu. Tapi ada segelintir orang yang melakukannya. Kenapa? Karena mereka merasa nyaman melakukannya. Mereka punya senjata ampuh. Mereka sudah memilih untuk jalan di jalur bebas. Selama ada "pegangan" yang bisa diandalkan, KEBEBASAN ada di tangan mereka. Ingat lho, "mereka" yang saya maksud di sini adalah kaum perempuan. Jadi sebenarnya, kebebasan itu baik atau buruk sih?

Berhubungan dengan itu, sore ini saya mengintai Jakarta dari sebuah tempat nongkrong di pusat kota Jakarta. Duduk di balkon sebuah "warung kopi" yang kian digemari masyarakat kota Jakarta. Saya duduk di sebuah meja bundar dengan empat buah bangku, bertudungkan sebuah payung besar persegi berwarna hijau. Tiang payungnya terbuat dari kayu dengan aksen emas di tengahnya. Dari tempat ini, saya mencoba mencari tanda-tanda kebebasan di Jakarta.

Tengok kanan kiri, seperti seorang detektif yang sedang memata-matai dan mengumpulkan informasi tentang perempuan yang memiliki kebebasan. Satu tanda kebebasan yang jelas tertangkap mata saya adalah warna merah putih yang menggantung tepat di depan saya. Ya! Buat saya, warna itu dengan jelas meneriakkan kebebasan dan kemerdekaan. Dulu, bangsa kita pernah menderita di bawah jajahan Belanda. Tapi berkat kegigihan para pahlawan dan pejuang Indonesia, kita berhasil meraih kemerdekan kita dan bebas dari penjajahan Belanda. Ini membuktikan bahwa kebebasan itu tidak datang dengan sendirinya, tapi harus ada pemicu atau alat bantu untuk mencapainya. Dan tentu saja, kita sendiri yang harus membuat kebebasan menjadi mungkin dan akhirnya menjadi nyata.

Cukup bicara mengenai kemerdekaan negara kita. Di sini saya sedang berusaha mengulik kebebasan perempuan. Ada satu pemandangan yang cukup mengganggu mata saya. Dalam jarak beberapa meja dari tempat saya duduk, ada tiga pasang muda mudi yang juga sedang menikmati kopi. Ketiga perempuan di meja itu mengenakan baju ungu senada dan salah satunya sedang menikmati rokok. Yang mau saya katakan adalah dulu banyak orang menganggap merokok adalah hal yang tabu dilakukan oleh perempuan. Tapi rasanya kini jaman telah BANYAK berubah. Saya melihat perempuan merokok dimana-mana. Bahkan entah bagaimana, sepertinya hal tersebut telah menjadi suatu trend di mata banyak perempuan. Apakah ini sebuah bentuk kebebasan yang dipilih oleh para perempuan? To be honest, saya berusaha untuk tetap netral dalam hal ini.

Di Jakarta yang terkenal bebas ini juga banyak perempuan yang sudah melupakan pentingnya virginitas. Mungkin lebih tepatnya bukan melupakan, tapi sudah tidak peduli? Entah karena bawaan jaman, pengaruh pergaulan atau malah karena ada banyak kemudahan yang disediakan oleh pihak produsen alat kontrasepsi? Sebenarnya manakah alasan yang paling benar? Dan apakah ini kebebasan yang didambakan oleh perempuan? Pertanyaan ini masih terus berputar di kepala saya.

Pandangan lain tentang kebebasan perempuan adalah dari segi karir. Perempuan bekerja adalah fenomena lain dalam hal kebebasan. Dulu, perempuan kerjaannya cuma ngurus rumah, suami dan anak. Tapi, berkat kegigihan R.A. Kartini, banyak perempuan yang bekerja sekarang. Banyak juga yang sukses. Bravo! Apapun pilihan perempuan untuk hidupnya, saya yakin mereka punya alasan tersendiri dan itulah potret diri yang sebenarnya.

Akhir kata, kebebasan itu merupakan pilihan. Bukan pemberian orang lain dan harus berasal dari dalam diri sendiri. Kalau memutuskan untuk hidup bebas, ya harus yakin!


Bingung mau bebas apa ngga,
coffee.stains